Langsung ke konten utama

Hal-hal Pernah dan Mungkin akan Terjadi

Suatu siang saya mengobrol dengan seorang teman. Kemudian terlintas pertanyaan, oh tidak, saya sudah mempersiapkannya sebagai opsi darurat apabila kami kehabisan topik pembicaraan. Saya bertanya: Apa kekuatan yang pengen kamu punya dan kenapa?

Dia menjawab, "Kamu nanya? Iya? Aku kasih tahu, ya.."

Dia jawab teleportasi. Perpindahan super cepat dari satu tempat ke tempat lain--menembus ruang dan waktu. Rasanya, dia menyukai ide bahwa dia bisa pergi ke mana saja, kapan saja, dan tidak perlu berurusan dengan kemacetan, orang-orang tak sabaran, dan perempatan Gedangan.

Sementara itu, saya menjawab pertanyaan yang sama dengan berharap memiliki kekuatan untuk mampu mengontrol pikiran diri sendiri. Bukan, bukan seperti Profesor Xaxier dalam semesta X-Men yang mampu membaca pikiran dan memanipulasi orang lain. Saya hanya ingin mengontrol pikiran diri sendiri.

Terdengar tolol dan egois memang. Tapi jika dipikir-pikir lagi, semua hal yang telah, sedang, dan mungkin akan saya lakukan bermula dari sumber yang sama yaitu pikiran saya sendiri. Kadang menguntungkan, tapi lebih sering bikin pusing. Terlalu banyak berpikir bikin stres, tapi mengabaikan proses berpikir jelas mengundang petaka.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan, pikiran seolah bertindak di luar kehendak. Ia memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin kita ingat atau khawatirkan. Kecerobohan sepele waktu SD, ketololan penuh aib saat acara keluarga, atau kemungkinan-kemungkinan buruk yang belum tentu terjadi di masa depan.

Saya coba mengatasi semua masalah di atas dengan belajar soal mindfulness atau kesadaran diri. Saya ingin punya kendali penuh atas pikiran saya sendiri. Sulit tapi layak dicoba. Saya mendengarkan podcast dimana Adjie Santosoputro jadi pembicara, menonton beberapa video di YouTube, dan membaca sedikit tentang pengendalian pikiran ini.

Satu poin yang bisa saya ambil: Jangan terlalu memusingkan hal-hal yang berada di luar kontrol. Sebab, 1) masa lalu sudah lewat dan mustahil untuk diubah dan 2) apa-apa yang dikhawatirkan di masa depan belum tentu kejadian. Hidup cukup fokus pada saat ini.

Wah, keren, ya. 

Kadang saya menaruh curiga dengan hal-hal baik yang terjadi saat ini. Khawatir ini hanya kesenangan sementara dan karma akan segera mengambil alih serta membuat saya bersalah telah bahagia. Akibatnya, masa sekarang yang jelas sedang terjadi tak bisa dinikmati dengan sepenuhnya. Tidur tidak nyenyak, makan tidak enak, dan polisi masih belum mampu melindungi dan mengayomi masyarakat. 

Misal, saya sempat berpikir, kenapa teman-teman yang punya pasangan begitu senang memamerkan kemesraannya di media sosial? Bagaimana jika cerita mereka tidak berakhir bahagia? Bukankah hal-hal itu akan jadi jejak digital yang bisa dikonsumsi publik dengan mudah?

Lalu, saya kebetulan melihat video yang menjelaskan soal The Nova Effect: The Tragedy of Good Luck dari kanal The Pursuit of Wonder. Intinya, kita tidak bisa seenaknya menyimpulkan hal terlalu cepat, bahwa hal ini buruk, hal itu baik. Sebab, selama hidup berlanjut, kita tidak tahu sejauh mana efek domino yang terjadi. Hal buruk hari ini bisa jadi pintu buat hal baik di masa mendatang, begitu pula sebaliknya.

Dan, kalau dipikir-pikir lagi, hidup sebenarnya hanya rentetan senang-sedih yang terus berulang sampai kita mati. Kita tak bisa terus senang, begitu sebaliknya. Jadi, tidak usah khawatir bakal sedih di masa depan, karena pasti akan terjadi. Tapi, bakal diikuti bahagia setelahnya. Begitu terus.

Jadi, lagi-lagi, selain sabar, kuncinya adalah menikmati kesenangan yang terjadi saat ini dengan sepenuhnya.

Silakan post semua hal yang bikin senang. Pacarmu, keluargamu, atau idol yang tiap hari kamu dengar lagu-lagunya. Saya lebih suka melihat instastories yang memamerkan kebahagiaan.

Terlalu memikirkan hal-hal yang pernah dan mungkin akan terjadi cuma bikin capek. Mari fokus hari ini. Sadar diri.

Kemampuan mengontrol pikiran sendiri tidak seremeh itu, kan? Ketik 1 di kolom komentar jika setuju.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidurlah Anji, Selamat Malam

Photo by Bastien Jaillot on Unsplash Ketika teman-teman ramai mengobrol soal pelbagai macam strategi untuk mengalahkan musuh di game online, diam adalah opsi terbaik yang saya punya. Saya tak mau merusuh dan memang tak begitu tahu akan istilah-istilah asing semacam skin, ranked, dan sejenisnya. Bisa dibilang, level pengetahuan saya cukup memprihatinkan. Tapi, ketika topik pembicaraan beralih ke dunia film, mulut saya akan selalu terbuka untuk meladeni setiap cabang bahasannya. Meski tidak paham betul, setidaknya saya punya cukup bekal jika ditanyai tentang istilah seperti plot hole, spin-off, easter eggs, overshadow, dan lain-lain. Di sisi lain, teman-teman saya yang cenderung lebih senang bermain game akan lebih sering jadi pendengar, ketimbang pembicara. Sama halnya ketika saya diajak berdiskusi soal Dota atau PUBG.

Di Tribun Sixteenagers

Elang kebanggaan. Sumber: @sixteenagers Akan terkesan sombong dan bodoh kalau saya memukul rata bahwa semua yang membaca tulisan ini tahu apa itu sixteenagers. Oleh sebab itu, ada baiknya saya berikan sedikit penjelasan tentang nama itu. Sixteenagers adalah sebutan bagi siswa dan siswi SMA Negeri 16 Surabaya. Lebih spesifik lagi, pendukung segala macam perlombaan yang diikuti oleh sekolah. 

Tiga Pilihan Presiden Indonesia, Siapa Bisa Dipercaya?

Tidak ada. Politisi semestinya tidak diberi kepercayaan utuh – sebagus apapun kinerjanya di masa lalu dan rencana-rencana yang diwacanakan untuk masa depan. Ia patut untuk terus dicurigai, dikritik, dan dituntut atas kekuasaan yang akan/telah dimilikinya. Lord Acton, guru besar Universitas Cambridge, pernah bilang: power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely . Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung akan korup secara absolut. Kabar baiknya, rakyat punya hak untuk terus mengawasi kekuasaan yang telah dimandatkan pada penguasa. Hal itu dijamin undang-undang. Tapi, hal itu tidak akan terjadi jika penguasa tidak memberi ruang untuk dikritik tuannya dan melihat segala bentuk kritik sebagai ancaman atas kekuasaannya. Seorang teman pernah bilang kalau saja saya tahu orang-orang di balik ketiga pasangan dari capres dan cawapres yang tersedia ditambah lagi rekam jejak yang menyertai mereka, saya pasti takut dan enggan untuk memihak ketiga