Langsung ke konten utama

Lebih Baik Tidak Lebih Baik



Ayolah, jangan terlalu memikirkan mengenai judul diatas, masih banyak hal lain yang lebih pantas untuk diberi waktu. Karena saya sendiri, terus terang, agak bingung dengan judul tersebut dan itulah yang kebanyakan orang media lakukan. Membuat judul artikel semenarik mungkin, bahkan ada yang cenderung tabu dan membingungkan, clickbait istilahnya, hanya untuk mendapatkan banyak pembaca. Dan, ya, jika sampeyan bisa sampai ke sini maka saya telah berhasil meniru media.

Tapi, saya akan merasa berdosa jika tidak memberikan sesuatu yang sampeyan harapkan ketika memutuskan untuk mengeklik tautan menuju laman ini. Maka, saya akan berusaha semaksimal mungkin, dengan bantuan suasana dingin sendu sehabis hujan, untuk menjelaskan maksud saya sebenarnya. Oleh sebab itu, sebaiknya sampeyan bersyukur dan bekenan memberikan pendapat nantinya ketika selesai membaca. Saya sangat menghargai itu dan ini bukan paksaan. Catat baik-baik.

Dengan kondisi kita, atau saya setidaknya, yang sekarang, dimana ada kebaikan dan keburukan, pastilah kita ingin menjadi lebih baik lagi. Yah, walaupun beberapa orang berbeda pikiran dan lebih memilih untuk menjadi lebih buruk, saya tidak tahu.  

Selalu begitu. Selalu ingin lebih dan lebih, sebagaimana manusia pada dasarnya. Rakus. Penuh ambisi. Namun, dalam beberapa situasi, dan saya berani menjamin bahwa kita semua pernah melakukannya, terlepas dari segala kekurangan yang kita miliki, kita merasa lebih baik dari siapapun.

Jika kalian tidak berani mengaku, tak apa. Dengan hati senang, saya jadikan diri saya sendiri sebagai contoh. 

Pikiran saya sungguh liar dan pandai sekali mengarang cerita dengan imajinasi yang tak terbatas. Bisa dibilang kelebihan, bisa juga menjadi bumerang. Karena, secara refleks, beberapa kali saya tidak bisa mengontrol apa yang sedang saya pikirkan, dan memaksa saya memikirkan hal yang sebenarnya sudah saya tentang untuk masuk. 

Ketika saya pergi shalat ke masjid dan melihat beberapa teman malah asyik bermain, spontan saya berpikir kalau saya lebih baik dari mereka. 

Ketika melihat perempuan muslim saya tidak memakai kerudung, spontan saya menilai iman mereka tak lebih baik dari milik saya. 

Ketika melihat kebiasaan orang-orang membuang sampah sembarangan, spontan saya cap akhlak mereka kacau dan memperihatinkan.

Dan hal-hal lain yang membuat saya merasa lebih baik dari segala makhluk ciptaan Tuhan lainnya.

Kemudian saya sadar bahwa saya tidak bisa seenak jidat menilai orang, atau segala ciptaan Tuhan lainnya. Karena, bagaimanapun juga, kita selalu merasa benar di mata kita dan orang lain adalah tempatnya salah dan hal-hal buruk lainnya. Sungguh sulit bersifat objektif ketika kita termasuk dalam hal yang harus dinilai. Manusiawi sekali kalau saya bilang teman saya itu pembohong, namun disisi lain saya juga secara tidak sadar pernah melakukannnya. Sebenarnya posisi kami sama-sama salah, namun berat untuk mengalah dan mengatakan bahwa kita lebih buruk dari dia. Jadi, orang lain harus salah. Tidak mau tahu.

Lihat? Betapa hanya merasa lebih baik dapat membuat kita terlihat lebih buruk. 

Setelah mendapatkan pemikiran ini, yang mana sudah cukup lama, saya memutuskan untuk tidak mudah membandingkan diri dengan orang lain. Bisa jadi saya lebih buruk di mata-Nya ketimbang orang yang saya anggap lebih buruk di mata saya. Betapa Tuhan senang bermain dengan hati dan pikiran manusia.

Solusinya adalah selalu merasa lebih buruk dari siapapun. Supaya kita punya motivasi untuk menjadi lebih baik, sekali lagi, untuk menjadi lebih baik. Bukan merasa lebih baik. Karena, sampeyan tahu, tidak ada ukuran pasti seberapa baik orang untuk bisa dicap sebagai “orang baik”. Jadi membandingkan pun sebenarnya sia-sia belaka, selama ego masih ada.

Besok adalah hari terakhir UAS dan mapelnya bahasa Indonesia, saya minta doanya agar diberi kemudahan dan nanti mendapat hasil yang maksimal ketika pengambilan rapot. *sungkem*

Komentar

  1. Sedikit lebih beda masih lebih baik daripada sedikit lebih baik. - Pandji.

    Ku nitip link ya, kali aja mau blogwalking.

    https://rifalnurkholiq.blogspot.co.id/2018/04/mengapa-aing-suka-banget-jejepangan.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di Tribun Sixteenagers

Elang kebanggaan. Sumber: @sixteenagers Akan terkesan sombong dan bodoh kalau saya memukul rata bahwa semua yang membaca tulisan ini tahu apa itu sixteenagers. Oleh sebab itu, ada baiknya saya berikan sedikit penjelasan tentang nama itu. Sixteenagers adalah sebutan bagi siswa dan siswi SMA Negeri 16 Surabaya. Lebih spesifik lagi, pendukung segala macam perlombaan yang diikuti oleh sekolah. 

Tidurlah Anji, Selamat Malam

Photo by Bastien Jaillot on Unsplash Ketika teman-teman ramai mengobrol soal pelbagai macam strategi untuk mengalahkan musuh di game online, diam adalah opsi terbaik yang saya punya. Saya tak mau merusuh dan memang tak begitu tahu akan istilah-istilah asing semacam skin, ranked, dan sejenisnya. Bisa dibilang, level pengetahuan saya cukup memprihatinkan. Tapi, ketika topik pembicaraan beralih ke dunia film, mulut saya akan selalu terbuka untuk meladeni setiap cabang bahasannya. Meski tidak paham betul, setidaknya saya punya cukup bekal jika ditanyai tentang istilah seperti plot hole, spin-off, easter eggs, overshadow, dan lain-lain. Di sisi lain, teman-teman saya yang cenderung lebih senang bermain game akan lebih sering jadi pendengar, ketimbang pembicara. Sama halnya ketika saya diajak berdiskusi soal Dota atau PUBG.

Tiga Pilihan Presiden Indonesia, Siapa Bisa Dipercaya?

Tidak ada. Politisi semestinya tidak diberi kepercayaan utuh – sebagus apapun kinerjanya di masa lalu dan rencana-rencana yang diwacanakan untuk masa depan. Ia patut untuk terus dicurigai, dikritik, dan dituntut atas kekuasaan yang akan/telah dimilikinya. Lord Acton, guru besar Universitas Cambridge, pernah bilang: power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely . Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung akan korup secara absolut. Kabar baiknya, rakyat punya hak untuk terus mengawasi kekuasaan yang telah dimandatkan pada penguasa. Hal itu dijamin undang-undang. Tapi, hal itu tidak akan terjadi jika penguasa tidak memberi ruang untuk dikritik tuannya dan melihat segala bentuk kritik sebagai ancaman atas kekuasaannya. Seorang teman pernah bilang kalau saja saya tahu orang-orang di balik ketiga pasangan dari capres dan cawapres yang tersedia ditambah lagi rekam jejak yang menyertai mereka, saya pasti takut dan enggan untuk memihak ketiga