Langsung ke konten utama

Upaya Memperbesar Peluang Masuk Surga

Photo by Ehud Neuhaus on Unsplash
Satu hal yang sebisa mungkin saya jauhi adalah hobi untuk hutang. Sebab, jarang sekali urusan piutang ini berakhir Bahagia bagi kedua belah pihak, terutama dia yang memberikan pinjaman dan tanpa adanya bentuk keterikatan selain ucapan, 'Besok aku ganti'. Di tambah lagi, sisi religius saya juga takut dengan ancaman tidak jadi masuk surge karena tidak atau hanya lupa membayar hutang.

Fakta umum lainnya ialah tak jarang orang yang mengutang jauh lebih galak ketibang pemberi hutang, terlebih ketika proses penagihkan tanggung jawabnya. Itulah yang sedang dialami oleh Febi Nur Amalia. Bukannya mendapatkan sesuatu yang seharusnya menjadi haknya--70 JT, ia malah terancam pidana tuntutan dua tahun penjara karena menagih hutang lewat Instagram.


Saya tak begitu tahu detail lainnya, setahu saya, Febi sudah berulang kali mengingatkan dan Si Pengutang tak kunjung memberi respons yang baik. Mungkin karena kekesalan yang meluap, akhirnya ia beberkan secara umum lewat media sosial. Sialnya, suami Si Pengutang adalah seorang polisi dan cukup familiar dengan UU ITE yang mana jelas-jelas kita tahu bersifat karet dan rawan mispersepsi. Si Pengutang menganggap tindakan Febi melanggar hukum dan mencemarkan nama baiknya, sehingga ia malah melaporkan balik.

Persidangan masih bergulir dan dua paragraf di atas adalah berita yang tersebar sejauh ini. Jadi, saya tak mau berspekulasi lebih lanjut mengenai kasus tersebut dan menutuskan beralih ke  topik yang lebih umum dengan harapan kita sama-sama paham, yakni kebiasaan mengutang. Untuk UU ITE mungkin lain kali, kalau saya cukup paham.

Urusan piutang selalu menyebalkan karena hampir selalu menjadi alasan utama orang-orang merenggangkan hubungan atas dasar kepercayaan. Maka, saya selalu berusaha untuk mmebantu teman yang mungkin benar-benar butuh dan tanpa menganggapnya sebagai hutang. Dengan catatan, nomilalnya masih masuk akal. Toh, saya sendiri juga pelupa, jadi sedari awal sudah saya ikhlaskan. Biar sama-sama enak.

Lebih baik saya terus terang tidak bisa memberikan dukungan materiil, ketimbang menaruh harapan agar teman saya mengembalikannya serta memberikan potensi ia gagal masuk surga gara-gara kami sama-sama lupa.

Jadi, untuk memperbesar kemungkinan saya masuk surga, saya dengan rendah hati, meminta siapapun kalian yang membaca ini, tagihlah apabila saya punya utang materiil yang mungkin bisa saya lunaskan. Terima kasih!









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Pilihan Presiden Indonesia, Siapa Bisa Dipercaya?

Tidak ada. Politisi semestinya tidak diberi kepercayaan utuh – sebagus apapun kinerjanya di masa lalu dan rencana-rencana yang diwacanakan untuk masa depan. Ia patut untuk terus dicurigai, dikritik, dan dituntut atas kekuasaan yang akan/telah dimilikinya. Lord Acton, guru besar Universitas Cambridge, pernah bilang: power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely . Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung akan korup secara absolut. Kabar baiknya, rakyat punya hak untuk terus mengawasi kekuasaan yang telah dimandatkan pada penguasa. Hal itu dijamin undang-undang. Tapi, hal itu tidak akan terjadi jika penguasa tidak memberi ruang untuk dikritik tuannya dan melihat segala bentuk kritik sebagai ancaman atas kekuasaannya. Seorang teman pernah bilang kalau saja saya tahu orang-orang di balik ketiga pasangan dari capres dan cawapres yang tersedia ditambah lagi rekam jejak yang menyertai mereka, saya pasti takut dan enggan untuk memihak ketiga...

Tak Apa Tak Tahu Semuanya

Terkadang ketidaktahuan justru memberikan ketenangan.  Sementara itu, di sisi lain, upaya untuk mengetahui segalanya malah mengundang rasa gelisah. Hadirnya internet memberikan akses tanpa batas terhadap informasi. Lantas media sosial melengkapinya dengan alur penyebaran yang lebih masif dan cepat.  Setiap membuka media sosial kita disuguhkan dengan beragam informasi. Mungkin tidak semuanya berguna dan relevan, tapi kita harus menerimanya. Kita seolah dipaksa untuk mengikuti setiap peristiwa yang ada agar tetap dianggap dalam pergaulan. Pagi ini topiknya peran suami-istri dalam rumah tangga, nanti malam berubah soal hubungan budaya dan hak asasi manusia dalam penyelenggaraan Piala Dunia, lalu saat belum paham betul, orang-orang sudah beralih ke misteri meninggalkan keluarga di Kalideres.  Dua-puluh-empat jam sehari di depan layar rasanya tidak cukup untuk mengikuti semua yang terjadi. Selalu ada rasa resah karena takut ketinggalan berita. Fear of missing out . FOMO. Kenap...

Hal-hal Pernah dan Mungkin akan Terjadi

Suatu siang saya mengobrol dengan seorang teman. Kemudian terlintas pertanyaan, oh tidak, saya sudah mempersiapkannya sebagai opsi darurat apabila kami kehabisan topik pembicaraan. Saya bertanya: Apa kekuatan yang pengen kamu punya dan kenapa? Dia menjawab, "Kamu nanya? Iya? Aku kasih tahu, ya.." Dia jawab teleportasi. Perpindahan super cepat dari satu tempat ke tempat lain--menembus ruang dan waktu. Rasanya, dia menyukai ide bahwa dia bisa pergi ke mana saja, kapan saja, dan tidak perlu berurusan dengan kemacetan, orang-orang tak sabaran, dan perempatan Gedangan. Sementara itu, saya menjawab pertanyaan yang sama dengan berharap memiliki kekuatan untuk mampu mengontrol pikiran diri sendiri. Bukan, bukan seperti Profesor Xaxier dalam semesta X-Men yang mampu membaca pikiran dan memanipulasi orang lain. Saya hanya ingin mengontrol pikiran diri sendiri. Terdengar tolol dan egois memang. Tapi jika dipikir-pikir lagi, semua hal yang telah, sedang, dan mungkin akan saya lakukan ber...