Langsung ke konten utama

Review Mencuri Raden Saleh (2022)

Menyajikan sesuatu yang baru, dalam konteks apapun, membutuhkan keyakinan yang luar biasa. Banyak hal yang dipertaruhkan saat melawan arus atau kenyamanan yang ada. Mulai dari kepercayaan dan pengakuan, serta persentase kegagalan yang meningkat pesat akibat keawaman hal baru yang mungkin masih perlu penyesuaian. Tapi, rasanya Angga D. Sasongko dan Visinema Pictures sudah kepalang 'masa bodoh' terhadap risko-risiko itu karena cukup rajin menghadirkan 'menu baru' dalam industri film Indonesia. Mencuri Raden Saleh adalah bukti teranyarnya.

Sejak pengumunan judul serta premis awal, rasanya Angga tidak main-main. Pasalnya, ia membawa nama Raden Saleh dalam proyek ambisius tersebut. Ia semestinya tahu betul bahwa hal itu akan melambungkan ekspektasi siapapun yang tahu soal maestro dalam seni lukis Indonesia, bahkan dunia itu. Angga berani mempertaruhkan reputasinya untuk memperlebar cangkupan film Indonesia dengan menjamah genre heist (pencurian).

Kemungkinannya hanya dua: Pertama, Angga bakal dipuja saat Mencuri Raden Saleh berhasil mencuri hati penonton. Kedua, jika film ini gagal, baik secara komersil maupun produksinya, Angga bisa saja dijadikan contoh buruk orang yang terlalu idealis. Tapi, setelah saya menonton film berdurasi kurang lebih 2,5 jam itu, justru ada satu hasil lain yang bisa diambil.

Mencuri Raden Saleh terlalu bagus untuk dibilang produk gagal, tapi juga tidak begitu sempurna untuk dipuja-puja. Tapi, yang jelas, film Mencuri Raden Saleh seharusnya cukup untuk menyumpal mulut orang yang bilang film Indonesia genrenya begitu-begitu doang--kalau tidak horor, ya, drama cinta menye-menye. Jadi, jika punya waktu dan dana, maka sempatkan menonton film ini untuk membuka peluang variasi genre film Indonesia di masa depan. 

"Tapi kalau dilihat dari jajaran cast-nya yang kebanyakan bocil, kok bikin ragu, ya? Kenapa bukan aktor atau aktris sepantaran Chicco Jerikho, Vino G. Bastian, Julie Estella? Pasti lebih keren. Lagian, apa urgensi bocil-bocil buat cukup gila mencuri karya Raden Saleh?"

Mungkin hal itu adalah salah satu ganjalan utama sebelum menonton film Mencuri Raden Saleh--setidaknya, itulah yang saya pikirkan. Tapi, setelah menonton, pemilihan jajaran cast rasanya sangat masuk akal jika melihat cerita akan akan disampaikan. Sebab, dengan cerita yang ada, justru bakal lebih aneh jika pemainnya bukan sepantaran Iqbal cs.

Ada banyak hal yang patut diapresiasi dari Mencuri Raden Saleh. Mulai dari production design-nya yang secara tidak langsung menunjukkan keseriusan Angga memberikan sajian yang terasa mewah, canggih, dan terasa asing untuk ukuran film Indonesia.

Lalu, cara bercerita yang cukup variatif dan kreatif. Angga tahu bahwa film berdurasi 2,5 jam akan jadi pengantar tidur yang nyenyak jika tidak ada keberagaman cara bercerit. Ini bisa dilihat dari bagaimana karakter bercerita tentang masa lalu atau rencana yang akan dieksekusi. Ada pula selipan celetukan humor yang efektif menjaga penonton untuk tetap terjaga.

Setiap aktor dan aktris juga cukup baik membawakan perannya. Tapi, semuanya terasa tidak ada yang istimewa kecuali penampilan Aghniny Haque sebagai Sarah. Ia seolah benar-benar Sarah yang sedang menghadapi beragam beragam konflik yang ada dalam film, sementara untuk pemain lainnya, untuk beberapa adegan, masih terasa dan terlihat bahwa mereka sedang berakting. 

Kemudian, yang tidak bisa dilewatkan adalah scoring-nya. Keren. Saya tidak begitu paham soal pengisian musik latar, tapi yang jelas terasa ada karakter dan membantu menghidupkan scene demi scene yang ada. Meskipun ada satu pemilihan lagu yang agak janggal di bagian menuju akhir. Lagu dari salah satu band terkenal Indonesia, entah kenapa terasa kurang pas, haha.

Perlu diakui kalau plot cerita berjalan dengan baik bahkan cenderung keren. Ada beberapa adegan yang diceritakan dengan begitu keren karena akibat pembangunan cerita di beberapa waktu sebelumnya yang memicu rasa tegang dengan optimal. Tapi, ada beberapa hal yang mengganggu keruntutan cerita seperti motivasi karakter dalam melakukan apa yang mereka lakukan dan kebetulan atau kesialan yang terkesan ditaruh untuk menutupi lubang agar transisi antar cerita 'terkesan' masuk akal. Sesuatu yang mungkin tidak semudah itu terjadi di dunia nyata, tapi ya namanya juga film. Terlalu rasional akan mengurangi kesenangan.

Terlepas dari segala kekurangannya, Mencuri Raden Saleh adalah proyek ambisius yang dieksekusi dengan cukup baik. Bisa saja menjadi titik awal keberagaman dan keberanian genre film Indonesia. Yang jelas, saya tidak sabar menunggu karya Angga dan Visinema selanjutnya. 

Tapi, ngomong-ngomong, boleh kenalan gak?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Move On / Let Go

Semua yang hidup akan mati. Semua yang datang akan pergi. Semua yang gagal salah Jokowi.  Move on adalah fase. Ia tak melulu berkaitan dengan proses pemulihan dari pasangan sebelumnya. Ia juga berkaitan dengan perdamaian dengan masa lalu dan kemungkinan di masa depan.  Move on adalah masa perpindahan. Penyesuaian dari satu kondisi satu dengan kondisi lainnya. Kondisi itu bisa berarti orang maupun tempat yang pernah punya keterikatan. Bisa pasangan, orang tua, kantor, rumah, dan hal-hal yang pernah jadi rutinitas. Maka, perpindahan perlu persiapan yang baik agar tidak terbebani selama di perjalanan. Dan beginilah saya menyikapi perpindahan: Tidak semuanya harus sesuai maumu Waktu kecil, saya bercita-cita ingin menjadi power rangers merah dan menjalani hari-hari dengan membasi kejahatan di bumi. Tapi, kenyataanya tidak bisa. Ada banyak hal yang menghalangi keinginan saya terwujud, salah satunya adalah logika akal sehat. Alhasil, kemauan (dan niat mulia) itu terpaksa saya kubur dalam-da

Batas Kesenangan di Dunia Maya

Demi kebaikan bersama, untuk sementara waktu, segala bentuk aktivitas kesenangan duniawi harus dikurangi. Tidak ada lagi kuliah pagi, ngopi-ngopi, judi, atau lomba karapan sapi. Alhasil, hasrat untuk bertahan hidup di tengah pandemi seperti saat ini membawa kita ke tempat yang sama: internet. Akibat ruang gerak di dunia nyata yang dibatasi, kebanyakan dari kita pun beralih ke dunia maya. Tentu saja hal tersebut berbanding lurus dengan lama durasi mereka menggenggam gawai yang mereka punya. Saya juga jadi lebih sering menengok Instagram, Twitter, YouTube, dan ehem, TikTok. Aku suka boring goyang mama.. eh maaf.

Tiga Pilihan Presiden Indonesia, Siapa Bisa Dipercaya?

Tidak ada. Politisi semestinya tidak diberi kepercayaan utuh – sebagus apapun kinerjanya di masa lalu dan rencana-rencana yang diwacanakan untuk masa depan. Ia patut untuk terus dicurigai, dikritik, dan dituntut atas kekuasaan yang akan/telah dimilikinya. Lord Acton, guru besar Universitas Cambridge, pernah bilang: power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely . Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung akan korup secara absolut. Kabar baiknya, rakyat punya hak untuk terus mengawasi kekuasaan yang telah dimandatkan pada penguasa. Hal itu dijamin undang-undang. Tapi, hal itu tidak akan terjadi jika penguasa tidak memberi ruang untuk dikritik tuannya dan melihat segala bentuk kritik sebagai ancaman atas kekuasaannya. Seorang teman pernah bilang kalau saja saya tahu orang-orang di balik ketiga pasangan dari capres dan cawapres yang tersedia ditambah lagi rekam jejak yang menyertai mereka, saya pasti takut dan enggan untuk memihak ketiga