Langsung ke konten utama

Atur Saja Gaya Pakaianmu Sendiri



Perlu diakui, menilai penampilan orang lain adalah kegiatan yang menyenangkan. Kita tak perlu menempuh pendidikan khusus agar mahir mengaplikasikannya. Sekali pandang saja sudah lebih dari cukup untuk mencari titik lemah dan keunggulan gaya berbusana orang lain, tentu saja tanpa perlu mempertimbangkan alas an-alasan dibalik pemilihannya, karena kita tak punya waktu untuk itu. Sebab kita hanya melihat apa yang terlihat.


Beberapa kali orang member komentar terkait gaya berbusana saya. Entah itu kurang modis, entah itu monotonlah, entah itu tidak menariklah, dan sebagainya. Saya tak berani menyangkal pendapat mereka, sebab saya akui, pengetahuan saya akan dunia fashion memang berantakan. Jika saya jadi mereka, kemungkinan besar saya akan menilai hal yang sama pada diri saya yang buta arah fashion tersebut.

Di satu sisi, saya takjub karena ada segelintir orang yang rela menyisihkan waktunya untuk mengomentari gaya berbusana saya, sampai-sampai menyampaikan kritiknya secara langsung. Senang rasanya diperhatikan. Namun, di sisi lain, saya yang memang tak begitu peduli kata orang lain, tetap saja keukeuh memertahakan pilihan-pilihan pakaian yang akan saya kenakan. Tak begitu banyak berubah.

Ya, mungkin sebagian besar orang menganggap gaya berbusana saya kurang atau bahkan tak menarik. Tapi, bagaimana jika memang saya tak ada niatan untuk berpenampilan menarik di depan mereka, sebab di mata saya, tak ada untungnya menarik perhatian mereka? 

Di kampus saya, bahkan di level jurusan saja, berbagai jenis tren busana dipertontonkan teman-teman saya setiap harinya. Saya berharap bias menyebut jenis-jenis gaya perkaian mereka, sayangnya saya tak tahu. Ada perasaan kagum pada mereka. Maksud saya, mereka terlihat begitu memperhatikan apa-apa saja yang menempel di tubuh mereka. Menyelaraskan segalanya. Dari baju, tas, sepatu, dan barang-barang lainnya yang tak saya ketahui namanya. Sementara, pertimbangan yang saya lakukan untuk memilih baju hanya bersih dan kotor saja.

Saya nyaman dan senang-senang saja dengan pilihan busana saya sekarang. Saya juga tak mempermasalahkan pilihan busana orang lain. Kenapa? Karena saya memang tak sepenuhnya berhak mengomentari mereka, sebab di setiap benda yang ia kenakan tidak dibeli dengan uang saya. Jadi, silakan. Terserah kalian. Salam perdamaian.

Komentar

  1. Gaya pakaian itu banyak stylenya, beragam untuk keseluruhan modisnya. Di setiap gaya ada unsur-unsur atau penilaian tersendiri. Yaaa kalau mengurusi gaya pakaian setiap orangnya pasti bercorak maknanya yaa hehe

    BalasHapus
  2. Haha mereka yang punya style sendiri bisa dipastikan mereka yg percaya diri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, makanya alangkah baiknya mengurusi diri sendiri, ya.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hal-hal Pernah dan Mungkin akan Terjadi

Suatu siang saya mengobrol dengan seorang teman. Kemudian terlintas pertanyaan, oh tidak, saya sudah mempersiapkannya sebagai opsi darurat apabila kami kehabisan topik pembicaraan. Saya bertanya: Apa kekuatan yang pengen kamu punya dan kenapa? Dia menjawab, "Kamu nanya? Iya? Aku kasih tahu, ya.." Dia jawab teleportasi. Perpindahan super cepat dari satu tempat ke tempat lain--menembus ruang dan waktu. Rasanya, dia menyukai ide bahwa dia bisa pergi ke mana saja, kapan saja, dan tidak perlu berurusan dengan kemacetan, orang-orang tak sabaran, dan perempatan Gedangan. Sementara itu, saya menjawab pertanyaan yang sama dengan berharap memiliki kekuatan untuk mampu mengontrol pikiran diri sendiri. Bukan, bukan seperti Profesor Xaxier dalam semesta X-Men yang mampu membaca pikiran dan memanipulasi orang lain. Saya hanya ingin mengontrol pikiran diri sendiri. Terdengar tolol dan egois memang. Tapi jika dipikir-pikir lagi, semua hal yang telah, sedang, dan mungkin akan saya lakukan ber

Tidurlah Anji, Selamat Malam

Photo by Bastien Jaillot on Unsplash Ketika teman-teman ramai mengobrol soal pelbagai macam strategi untuk mengalahkan musuh di game online, diam adalah opsi terbaik yang saya punya. Saya tak mau merusuh dan memang tak begitu tahu akan istilah-istilah asing semacam skin, ranked, dan sejenisnya. Bisa dibilang, level pengetahuan saya cukup memprihatinkan. Tapi, ketika topik pembicaraan beralih ke dunia film, mulut saya akan selalu terbuka untuk meladeni setiap cabang bahasannya. Meski tidak paham betul, setidaknya saya punya cukup bekal jika ditanyai tentang istilah seperti plot hole, spin-off, easter eggs, overshadow, dan lain-lain. Di sisi lain, teman-teman saya yang cenderung lebih senang bermain game akan lebih sering jadi pendengar, ketimbang pembicara. Sama halnya ketika saya diajak berdiskusi soal Dota atau PUBG.

Pelankan

Tidak. Tulisan ini tidak berasal dari mereka yang sudah bersepeda sejak lama, bukan juga dari orang yang telah mengikuti beragam perlombaan dan punya kaos ketat yang penuh dengan sponsor, atau pesepeda dengan rakitan yang jika ditotal bisa digunakan untuk membeli kopi. Beserta kedai dan menghidupi baristanya. Maaf mengecewakan, tapi tidak.