Langsung ke konten utama

Memahami Meditasi

Akhir-akhir ini saya sering mendengarkan siniar yang berbicara soal meditasi dan kenapa ia bisa jadi solusi untuk menenangkan pikiran. Meskipun, terus terang, tujuan awal saya hanya meredakan gangguan-gangguan pikiran agar bisa tidur lelap dengan cepat. Sebab, rasanya, mengingat dan menyesali perbuatan tolol sewaktu kecil--seperti memanggang telur busuk--adalah kesia-siaan belaka. Jadi, saya putuskan untuk mendengar siniar dan menonton beberapa episode Headspace: Guide to Meditation untuk menjinakkan pikiran.

Selain itu, saya juga mendengar salah satu episode siniar milik American Psychological Association yang membahas tentang meditasi bersama salah satu petinggi Pusat Kesehatan Pikiran dari Universitas Winconsin Richard Davidson. Ia menjelaskan bahwa meditasi berarti membiasakan atau menyadari hal-hal di sekitar dengan lebih saksama serta memenuhi dan memaksimalkan kebutuhan dasar pikiran manusia.

Saya meyakini bahwa mempelajari hal baru adalah cara terbaik untuk beradaptasi, meskipun hal itu juga berarti mendalami apa yang tidak kita sukai. Namun, dalam kasus ini, belajar memahami meditasi adalah hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Beberapa kali saya berkata, "Oh, iya juga, ya. Mantap betul pikiran-pikiran orang ini."

Beberapa sesi dan panduan coba saya ikuti. Anjuran seperti tarik nafas dalam-dalam lewat hidung, lalu keluarkan lewat mulut saya ikuti sesaat sebelum tidur dengan kondisi kamar remang-remang. Itu saya lakukan beberapa kali sambil menutup mata dan mencoba merasa dengan setiap indra yang saya punya. Catatan: tidak termasuk Indra Bekti.

Satu masalah yang muncul ialah saya terlampau payah untuk mengontrol pikiran saya sendiri. Andy, pembawa acara Headspace, bilang untuk membebaskan pikiran agar tidak ada tekanan. Sayangnya, bagi saya, pikiran selalu bekerja terbalik dengan perintah. Ia mengingat apa yang seharusnya dilupakan dan melupakan apa yang seharusnya diingat. Beberapa kali saya kena masalah dari kebiasaan itu.

Pikiran kita terkadang bermata dua dan tak selalu menunjukkan sesuatu secara sebenarnya. Khususnya dalam hal ingat-mengingat. Setelah menonton The Mind, Explained yang dinarasikan oleh Emma Stone dalam episode Memory, saya baru sadar bahwa kita tak bisa sepenuhnya mempercayai ingatan kita sendiri. Sebab, lambat laun ia bisa saja terkikis dan melenceng dari fakta--meskipun kita yakin apa yang kita ingat adalah mutlak seperti doktrin yang tak bisa dibantah.

Kemudian, dalam proses meditasi tadi, seringkali ingatan-ingatan dari masa lalu yang muncul. Semakin saya hindari, ia semakin jelas--meskipun patut diragukan keasliannya, sebab mungkin saja sudah dipengaruhi emosi dan pengalaman pribadi. Tapi, dalam beberapa kesempatan, saya jadi lebih tenang dengan menyadari ketidakmampuan itu dan membiarkan ingatan itu kembali. Haislnya pikiran saya malah semakin tenang, semakin tenang, dan tidur.

Beberapa, bukan, semua percobaan meditasi memang berakhir dengan saya tertidur. Saya bingung apakah hal itu termasuk keberhasilan atau kegagalan. Yang jelas tujuan awal saya untuk tidur dengan nyenyak bisa terwujud. Meskipun, saya masih penasaran bagaimana jika saya tetap terjaga hingga meditasi selesai. Sebab, begitulah sepertinya seharusnya.

Namun, setelah mendengar dan menonton hal-hal seputar pikiran dan meditasi saya menyadari bahwa sebagian besar masalah bermula dari pikiran kita sendiri. Pikiran yang mengatakan kita tak cukup cakep, tak pantas antusias, tak bisa mengubah, dan seterusnya adalah hal pertama yang harus kita atasi untuk menolong diri sendiri. Selain itu, tentu saja, meditasi adalah cara yang asyik untuk bikin tidur nyenyak.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Move On / Let Go

Semua yang hidup akan mati. Semua yang datang akan pergi. Semua yang gagal salah Jokowi.  Move on adalah fase. Ia tak melulu berkaitan dengan proses pemulihan dari pasangan sebelumnya. Ia juga berkaitan dengan perdamaian dengan masa lalu dan kemungkinan di masa depan.  Move on adalah masa perpindahan. Penyesuaian dari satu kondisi satu dengan kondisi lainnya. Kondisi itu bisa berarti orang maupun tempat yang pernah punya keterikatan. Bisa pasangan, orang tua, kantor, rumah, dan hal-hal yang pernah jadi rutinitas. Maka, perpindahan perlu persiapan yang baik agar tidak terbebani selama di perjalanan. Dan beginilah saya menyikapi perpindahan: Tidak semuanya harus sesuai maumu Waktu kecil, saya bercita-cita ingin menjadi power rangers merah dan menjalani hari-hari dengan membasi kejahatan di bumi. Tapi, kenyataanya tidak bisa. Ada banyak hal yang menghalangi keinginan saya terwujud, salah satunya adalah logika akal sehat. Alhasil, kemauan (dan niat mulia) itu terpaksa saya kubur dalam-da

Batas Kesenangan di Dunia Maya

Demi kebaikan bersama, untuk sementara waktu, segala bentuk aktivitas kesenangan duniawi harus dikurangi. Tidak ada lagi kuliah pagi, ngopi-ngopi, judi, atau lomba karapan sapi. Alhasil, hasrat untuk bertahan hidup di tengah pandemi seperti saat ini membawa kita ke tempat yang sama: internet. Akibat ruang gerak di dunia nyata yang dibatasi, kebanyakan dari kita pun beralih ke dunia maya. Tentu saja hal tersebut berbanding lurus dengan lama durasi mereka menggenggam gawai yang mereka punya. Saya juga jadi lebih sering menengok Instagram, Twitter, YouTube, dan ehem, TikTok. Aku suka boring goyang mama.. eh maaf.

Tiga Pilihan Presiden Indonesia, Siapa Bisa Dipercaya?

Tidak ada. Politisi semestinya tidak diberi kepercayaan utuh – sebagus apapun kinerjanya di masa lalu dan rencana-rencana yang diwacanakan untuk masa depan. Ia patut untuk terus dicurigai, dikritik, dan dituntut atas kekuasaan yang akan/telah dimilikinya. Lord Acton, guru besar Universitas Cambridge, pernah bilang: power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely . Kekuasaan itu cenderung korup dan kekuasaan yang absolut cenderung akan korup secara absolut. Kabar baiknya, rakyat punya hak untuk terus mengawasi kekuasaan yang telah dimandatkan pada penguasa. Hal itu dijamin undang-undang. Tapi, hal itu tidak akan terjadi jika penguasa tidak memberi ruang untuk dikritik tuannya dan melihat segala bentuk kritik sebagai ancaman atas kekuasaannya. Seorang teman pernah bilang kalau saja saya tahu orang-orang di balik ketiga pasangan dari capres dan cawapres yang tersedia ditambah lagi rekam jejak yang menyertai mereka, saya pasti takut dan enggan untuk memihak ketiga