Cerita sebelumnya: Universe Goes to Ngayogyakarta
Pertunjukkan
selesai dan syukur penampilan kelas berjalan dengan cukup baik. Selanjutnya ada
acara semacam penghormatan pada guru-guru yang telah mengajar kami, dengan
memberikan beberapa bunga. Sebelum itu, di proyektor dekat panggung, sebuah
video tentang sekolah ditampilkan. Beberapa siswa dan guru mendapat jatah untuk
menyampaikan kesan dan pesan. Saya sendiri Alhamdulillah, tidak ada di video
tersebut. Setelah penayangan video, acara pemberian bunga dimulai kemudian lagu
milik Ipang berjudul Sahabat Kecil diputar. Suasana riuh, sedih, dan
teletubbies. Berpelukan maksud saya.
Selalu lagu itu
yang diputar ketika acara perpisahan, sialnya saya juga selalu terbawa suasana.
Beberapa teman menangis sesenggukan, saya sendiri sebagai laki-laki tulen dan
gemar menabung, berusaha sekuat tenaga untuk menahan air mata dengan sering
mendongak. Kemudian UNIVERSE melingkar dan mas Firhan memimpin doa di
tengah-tengah. Entah lupa saya, intinya perjuangan belum berakhir atau apalah. Saya
sibuk membenarkan celana saya yang agak kedodoran waktu itu.
Setelah mengangis
ria, semua saling meminta maaf. Ya, namanya juga anak kelas tiga SMA yang
hendak memasuki masa-masa ujian. Tujuannya untuk menghindari doa-doa jelek dari
teman lain yang pernah diejek atau dirundung. Emosional sekali. Tapi saya juga
menahan tawa melihat teman-teman yang ingusnya sampai menjuntai lalu disedot
masuk kembali. Maafkan saya teman-teman, tapi itu benar-benar lucu sekaligus
menjijikkan.
Pertunjukkan itu
pun selesai dengan haru tapi malam belum berakhir.
Kami berencana
untuk pergi ke luar hotel dan berjalan-jalan ke alun-alun. Awalnya pihak
sekolah sempat melarang untuk meninggalkan hotel karena sudah larut malam dan
khawatir kami akan tersesat dan hal-hal buruk lainnya. Tapi, setelah beberapa
teman lain berdiskusi, akhirnya siswa diperbolehkan keluar dengan catatan harus
bebarengan satu kelas, punya izin dari wali kelas dan jam dua belas malam harus
sudah di hotel kembali untuk istirahat.
UNIVERSE sudah
berkumpul dekat pintu dan sudah membawa jajanan sendiri, beberapa kotak donat,
tapi dikarenakan belum mendapat izin dari wali kelas, kami telantarkan di situ.
sebenarnya saya, sebagai ketua kelas, ehem, sudah mencoba menghubungi Bu Tri,
sebagai wali kelas, uhuy, tapi beliau tidak menjawab. Mungkin sudah tidur dan
kami tidak ingin mendatangi kamarnya dan mengganggu tidur beliau. Akhirnya kami
pergi tanpa izin beliau.
Kami keluar dan
tujuan kami ke alun-alun. Waktu itu sudah pukul sekitar sepuluh atau sebelas
malam, saya lupa, dan jalanan sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa warung dan
minimarket yang masih buka. Jalanan hanya ada kami dan kawan-kawan kelas lain
yang kemungkinan memiliki tujuan yang sama.
Sekian menit
kami berjalan, tapi tak ada tanda-tanda alun-alun dan waktu semakin mendekati
tengah malam. Bukan apa-apa, kami pergi tanpa izin wali kelas dan kalau ada
apa-apa, pastilah saya yang pertama kali kena. Oleh sebab itu, di separuh
jalan, saya memutuskan teman-teman untuk berhenti sejenak dan berdiskusi untuk
lanjut atau tidak.
Ada yang ngotot
untuk lanjut karena ya nanggung sudah jalan cukup jauh, sementara yang lain
tidak ingin Bu Tri kena masalah. Setelah melalui perdebatan panjang, ya sekitar
lima menit, kami memutuskan untuk berhenti dan kembali saja, setelah memakan
donat-donat yang kami bawa tadi.
Wajah-wajah
teman saya ada yang kecewa, ada yang tak terlalu peduli, ada yang dilihat-lihat
kok rasanya ingin member recehan saking melasnya. Kotak-kotak donat pun dibuka
dan dibagi rata, semua dapat satu, kecuali ada yang tidak mau baru boleh
diberikan ke orang lain. Dan saat itulah kejadian bersejarah terjadi.
Saya ada di tempat itu waktu itu, hanya saja tidak
menjadi saksi mata. Cerita ini bermula dari mulut Bawang.
Di kelas kami
ada berbagai jenis orang. Ada yang agak normal, ada yang hiperaktif, ada yang pendiam
sangat dan orang yang termasuk golongan terakhir itulah yang menjadi tokoh
utama di cerita ini. Inisialnya Danta. Saking diamnya, baik bicara atau tingkah
laku, saya curiga sebenarnya dia ini manekin. Bicara seperlunya, gerak
secukupnya. Kalian tahu Kaesang anaknya pak Jokowi? Mukanya mirip dengan teman
kami yang satu ini. Oleh sebab itu, kami sering memanggil teman kami dengan
sebutan Jeremy. Teti.
Nggak, nggak. Guyon
itu.
Jadi, ketika
pembagian donat, si Danta ini langsung mengambil bagiannya. Kemudian langsung
memberikannya pada orang yang leih membutuhkan, yakni dirinya sendiri. Sampai sini
semua masih normal. Hingga pada setelah ia menggigit donatnya, ia berkata, “Hmm…
yummy.”
Sebenarnya ceritanya
memang biasa dan wajar-wajar saja kalu dipikir, cuman karena si Danta ini yang
biasanya pendiam, jadi lucu. Membayangkan wajah kaesangnya bilang begitu sambil
senyum manja terus menggigit bibirnya sungguh menimbulkan gelak tawa. Dari cerita
bawang ini, hari-hari selanjutnya menjadi hari-hari buruk bagi Danta. Sampai lulus
atau bahkan reuni kelak, kami akan mengenangnya dengan hmm yummy nya. Oya, dan
juga pohon danta. Semoga panjang umur, Dan.
Setelah donat
habis kami kembali ke hotel. Jalan kaki. Bersama-sama. saya sendiri tidak
masalah tidak jadi pergi ke alun-alun, toh kalau niatnya cuman mencari
kebersamaan, saya sudah mendapatkannya. Justru pengalaman menggembel di pinggir
jalan sambil makan donat barang ini akan terus melekat di ingatan saya. Kasihan
sekali. Miris.
Sesampainya di
hotel, ada beberapa teman yang memutuskan untuk membeli makanan di depan hotel
dan sisanya langsung pergi masuk dan beristirahat. Saya termasuk yang langsung beristirahat.
Dan inilah
cerita yang hendak saya sampaikan dulu.
Saya sekamar
dengan lima kawan saya lainnya. Sebelum tidur kami mengobrol sambil menonton
televisi dan beberapa makan. Setelah beberapa menit, akhirnya kami memutuskan
untuk mematikan televisi dan tidur. Sempat terjadi perdebatan tentang suhu AC
di ruangan. Ada yang mengeluh kegerahan, ada yang bilang itu sudah dingin dan
kalau bangun besok pasti jadi lebih dingin. Tapi suhu tetap direndahkan.
Kalau sudah
tidur dengan teman, pastilah ada saja yang dibahas sebelumnya. Apapun. Masalahnya
kami besok masih ada kegiatan dan sekarang sudah pukul dua belas lewat. Dan ketika
suasana mulai kondusif, salah satu teman saya, sebut saja Arlo, pamit ke kamar
mandi untuk buang air besar. Yasudalah. Buat apa pamit? Kayak tulus aja.
Suasana sunyi,
saking sunyinya obrolan nyamuk yang lewat telinga pun bisa didengar. Sepersekian
detik kemudian terdengar bunyi, “BRRRRRROOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOTTTTT”
dari kamar mandi.
Keadaan yang
semula damai tentram jadi riuh. Saya yang sudah hampir tertidur, langsung
terjaga kembali dan terancam tidak bisa tidur karena dentuman suara yang timbul
akibat pergesekan feses dengan pantat teman saya itu. Kampretlah.
Dan keajaiban
Papa Bear ini tidak sampai itu saja teman-teman.
Dikarenakan suhu
yang dingin, waktu paginya, tiba-tiba Arlo ini berteriak-teriak.
“He tolong, rek!
Tolong! Aduhhh!” saya sebenarnya dengar, tapi saya pikir teman saya ini hanya
mengigau.
Tapi dia tak
berhenri berteriak malah semakin gencar.
“Rek, rek, tolonggg!”
Saya hendak
bangun, tapi teman samping saya, Helmy, sudah bangun terlebih dahulu dan
membantu Arlo. Ternyata kakinya kram teman-teman. Subhanallah. Hebohnya seperti
lahiran anak.
Dan paginya
perjalanan kami berlanjut Gunung Merapi
Wah gusti aku jadi kangen teman-teman sma dulu yang acara live in ke tempat pedesaan, tiap hari selalu ketemu mulu, saling cerita, satu aktivitas, satu obrolan selalu, seru yo rek. Kadang ada aja kisah-kisah lucu kayak diatas gitu, bikin terkenang sepanjang masa kalau di inget-inget lagi yaaa hahaha
BalasHapuswillynana.blogspot.com